Krisis moneter tahun 1997 berkembang menjadi menjadi krisis ekonomi yang menimbulkan gejolak karena menimbulkan reaksi dikalangan masyarakat yang menentang pemerintah atas kebijakan yang dilakukan. Reaksi tersebut menimbulkan gelombang unjuk rasa yang menuntut pemerintah agar segera mengambil tindakan untuk menurunkan harga kebutuhan pokok. Puncak dari reaksi masyarakat adalah insiden Trisakti yang menyebabkan jatuhnya 4 korban meninggal dan beberapa mahasiswa terluka yang menimbulkan reaksi keras dari kalangan masyarakat serta memicu kerusuhan massa pada tanggal 13 Mei 1998, satu hari setelah insiden Trisakti. Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran diri, yang digantikan secara otomotis oleh Wakil Presiden B.J. Habibie.
Dengan bergulirnya era reformasi di Indonesia, memunculkan maraknya tuntutan masyarakat agar Polri memisahkan diri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan harapan agar Polri menjadi lembaga yang profesional dan mandiri, jauh dari intervensi dalam rangka penegakan hukum. Hal tersebut didasari akan perbedaan dalam pelaksanaan tugas, dimana polisi seharusnya bertugas mengamankan masyarakat dalam menciptakan ketertiban dan keamanan, sedangkan tugas militer adalah mengamankan negara dari ancaman musuh atau dapat dikatakan sebagai alat untuk bertempur.
Sejalan dengan tuntutan yang ada, pada tanggal 1 April 1999 dikeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No 2 Tahun 1999 tentang langkah-langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dari ABRI, dimana pada Inpres tersebut, diinstruksikan kepada Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima ABRI untuk secara bertahap mulai mengambil langkah-langkah seperlunya untuk melakukan reformasi Polri dengan menempatkan sistem dan penyelenggaraan pembinaan kekuatan dan operasional Polri pada Departemen Pertahanan Keamanan.
Pada UUD 1945 Pasal 30 ayat 4 berbunyi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakan hukum. Berdasarkan pada ketentuan tersebut, maka pada tanggal 18 Agustus 2000, MPR mengeluarkan Tap MPR No. VI/MPR/2000 tentang pemisahan Polri dan TNI, sesuai dengan peran dan fungsi dari masing-masing kelembagaan yang terpisah.
Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden Megawati Sukarno Putri pada tanggal 8 Januari 2002. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 dilatarbelakangi dengan tuntutan agar Polri yang mandiri dan terlepas dari ABRI sehingga dapat melaksanakan tugas secara profesional sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.